
Gerakan Pemuda Kepulauan Bangun Desa Ekologis yang Tangguh Hadapi Perubahan Iklim
Delta Api atau Desa Ekologis Tangguh dan Adaptif Perubahan Iklim adalah sebuah gerakan sosial-ekologis yang diprakarsai oleh Santiri Foundation sejak tahun 2010. Gerakan ini tumbuh dari keresahan terhadap bias pembangunan nasional yang kerap mengabaikan perspektif kepulauan dan tidak responsif terhadap ancaman perubahan iklim. Berbasis di kawasan Sunda Kecil dan Maluku, Delta Api menghadirkan counter model pembangunan desa yang inklusif, partisipatif, dan adaptif—dengan pemuda sebagai ujung tombaknya.
Dari Mimpi Menjadi Gerakan
Delta Api lahir dari proses panjang, dimulai di Dusun Jambianom, Lombok Utara. Berawal dari inisiatif masyarakat dan pemuda, konsep ini kemudian dikembangkan dengan menggabungkan berbagai pendekatan: pemetaan partisipatif (bersama JKPP), analisis kerentanan perubahan iklim (dengan tools I-CATCH dari KKP-USAID), serta integrasi dengan program nasional seperti Desa Pesisir Tangguh (PDPT). Pada tahun 2012, konsep ini difinalisasi dan mulai direplikasi di wilayah lain.

Hingga tahun 2025, Delta Api telah hadir di lima simpul wilayah SUKMA (Sunda Kecil-Maluku): Jembrana (Bali), Lombok Utara (NTB), Dompu (NTB), Sumba Tengah (NTT), dan Pulau Morotai (Maluku Utara). Di setiap kawasan, tiga desa dipilih sebagai lokus implementasi, dengan fokus pada wilayah berisiko tinggi, memiliki nilai konservasi tinggi, potensi dampak besar, dan prospek pengembangan yang luas (4H: High Risk, High Conservation Value, High Impact, High Prospect).
Pilar Konsep Delta Api
Delta Api mendorong penguatan desa melalui tiga dimensi utama: ekologi, ekonomi, dan sosial-budaya. Tujuan utamanya adalah menciptakan sistem desa yang:
- Berdaulat atas pangan
- Mandiri dalam energi
- Cukup dalam akses air
- Berkelanjutan dalam mata pencaharian
- Adil dan tangguh secara tata kelola

Prosesnya melibatkan pelatihan pemuda lokal, pemetaan spasial dan sosial, analisis kerentanan iklim, hingga penyusunan masterplan pembangunan jangka pendek, menengah, dan panjang. Proses ini dilengkapi dengan pendekatan teknokratik dan politis untuk integrasi ke dalam mekanisme perencanaan dan anggaran pemerintah desa dan daerah.
Pemuda di Garda Terdepan

Delta Api bukan hanya soal perencanaan, tapi juga soal kepemimpinan. Para pemuda desa diposisikan sebagai aktor utama—sebagai fasilitator, analis, perancang, bahkan negosiator dengan pemerintah daerah. Dari masing-masing kawasan, dipilih “Presiden Delta Api” yang bertanggung jawab mengoordinasikan gerakan di tingkat lokal. Menariknya, seluruh presiden Delta Api saat ini adalah perempuan muda, menegaskan kuatnya semangat kesetaraan dan kepemimpinan inklusif dalam gerakan ini.

Dampak dan Kolaborasi
Delta Api telah diakui sebagai role model perencanaan pembangunan desa yang responsif iklim. Di Dompu, misalnya, pendekatan Delta Api bahkan dinilai oleh Bappeda sebagai lebih efektif dibanding pendekatan konvensional. Di Sumba Tengah, pemerintah daerah mengintegrasikan Delta Api ke dalam RPJMDes dan penganggaran daerah. Sementara di Lombok Utara, Delta Api menjadi acuan dalam penataan ruang pesisir dan laut, dan dijajaki untuk dikolaborasikan dengan Politeknik Kelautan dan Perikanan.
Kerja kolaboratif juga dilakukan bersama Conservation International, Yayasan Wisnu, Pilas Institute, DailyLife Company, dan lembaga lainnya. Dokumentasi kegiatan Delta Api telah menjadi rujukan di forum nasional dan internasional, seperti Stockholm Environment Institute, Asia-Pacific Adaptation Network, dan berbagai perguruan tinggi.
Menuju Ribuan Pemimpin Desa
Delta Api menargetkan lahirnya 5.000 pemimpin muda desa di 1.000 desa pesisir pada tahun-tahun mendatang. Selain penguatan kapasitas, gerakan ini juga mendorong pendirian akademi komunitas Delta Api dan sistem pendidikan jarak jauh yang berbasis kepulauan dan adaptif iklim.
Delta Api adalah bukti bahwa perubahan bisa dimulai dari desa. Dari pemuda-pemudi yang bersahaja, lahirlah gerakan yang menjahit harapan baru bagi masa depan Indonesia kepulauan yang adil, tangguh, dan lestari.
