santiri, 19 Juni 2020. YO‟RA HERO dalam bahasa gaul berarti “kamu adalah pahlawan” dalam Bahasa yang lebih serius adalah kepanjangan dari Youth Research Appraisal for Heritage Tourism Opportunity (Riset Penilaian Pemuda untuk Kesempatan Wisata Warisan Budaya). Sekolah lapangan atau merdeka belajar terfokus untuk mengasah dan meningkatkan ketrampilan (skill), pengetahuan (knowledge) dan prilaku atau sifat (attitude) dalam satu kesatauan Pengalaman Berkemampuan. Kegiatan YO‟RA HERO dilakukan melalui sebuah ajang belajar bersama secara semi klasikal dan praktik lapangan. Kegiatan yang pertama dibuka oleh Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga (mewakili Bupati yang berhalangan dikarenakan sakit, Ketika itu) telah dilakukan pada 10 Nopember 2019. Selanjutnya peserta dibagi menjadi Tim kecil untuk melakukan pembelajaran di lapangan (learning to know, learning how to do, dan learning to be) selama kurang lebih 3 bulan. Karena berbagai hal dan utamanya Covid 19, kegiatan lapangan tidak berjalan mulus dan baru bisa dituntaskan pada Juni 2020. Namun demikian, kegiatan ini telah mendapatkan apresiasi dari Dirjen Kebudayaan-Kemendikbud pada awal bulan Februari yang lalu, dan Beliau mengharapkan agar kegiatan berkebudayaan yang melibatkan pemuda atau pelajar semacam ini dapat terus dilanjutkan. Terkait dengan hal tersebut, maka pada tanggal 17 Juni 2020 diadakan kegiatan dialog daring dan pemberian apresiasi serta merancang keberlanjutan Yo’ra Hero dalam satu rangkaian yang berkesesuaian dengan kondisi saat ini (COVID 19). kegiatan dialog ini dapat berlangsung atas kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara dengan falilitas virtual meeting dari BAPPEDA Lombok Utara. Tujuan dari dialog ini agar terciptanya Merdeka Belajar Terfokus (YO’RA HERO) dapat memberikan dampak yang lebih signifikan bagi Pemuda/Pelajar setingkat SMA untuk meningkatkan talenta dan pengetahuannya di bidang kebudayaan, khususnya terkait dengan Pusaka Saujana.
Bupati Lombok Utara DR.H. Najmul Akhyar, SH, MH
Bupati Lombok Utara DR.H. Najmul Akhyar, SH, MH dalam diskusi ini menjadi keynote speaker yang sangat mendukung kegiatan diskusi dan Yo’ra Hero sebagai ajang pengenalan budaya kepada para pemuda khususnya di Lombok Utara. Pembicara lainnya yaitu Sjamsul Hadi, SH, MM Direktur Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Direktorat Kementerian Pendidikan dan kebudayaan, Dewi Hutabarat wakil ketua Deputi Pengembangan dan Pemberdayaan UMKM dan Koperasi Indonesia, Ery Damayanti wakil presiden Kaoem Telapak, Laretna T. Adhisakti Anggota Dewan Pimpinan BPPI dan Pengajar UGM, Gendewa Tunas Rancak Dekan Fakultas Teknik Universitas Nahdatul Ulama NTB. Dialog ini dikuti oleh sejumlah staf SKPD Lombok utara, Kepala sekolah SMA di Lombok Utara dan sejumlah siwa SMA. Total Peserta yang tergabung dalam dialog daring ini berjumlah 51 orang. selain melalui media ZOOM, dialog ini juga dapat diikuti langsung melalui streaming di media sosial Instagram dan facebook. dialog yang berlangsung selama kurang lebih 2 jam menghasilkan beberapa kesepakatan dari pembicara dan peserta yaitu untuk terus mendukung kegiatan Yo’ra Hero pada tahun berikutnya. karena kegiatan ini dianggap sangat bermanfaat untuk kaum muda dalam mengenal sejarah budaya. Selain berdialog bapak bupati juga berkesempatan mengumumkan pemenang lomba karya Yo’ra Hero yang telah dilaksanakan pada akhir tahun 2019. (Wa2n)
Santiri, 24 Maret 2020. Masyarakat wet adat Bayan merupakan bagian dari masyarakat Sasak yang mendiami Gumi Paer (Pulau Lombok) utamanya bagian utara. Tatakelola pemerintahan sangat unik. Kepemimpinan kolektif-kolegial dengan system pengambilan keputusan dan pendelegasian melalui musyawarah (gundem) yang kurang lebih seperti Sila ke 4.
Masyarakat Wet adat Bayan memiliki 44 perangkat adat yang mana masing masing memiliki peran dan fungsi, misalnya Amaq Lokaq Walin Gumi berurusan dengan kebumian, Amaq Lokak Walin Pande urusan dengan peralatan atau perlengkapan dari logam dan seterusnya. Secara umum, peran dibagi menjadi dua, yakni urusan Keduniawian (dunia nyata/fisik) yang di serahkan pada pemekelan Karang Bajo dan dipimpin oleh Pemekalan Bat Orong, sementara untuk urusan dunia atas (akherat) diserahkan ke Pemekelan Loloan dipimpin Lauk Orong.
Selain terdapat lahan ulayat, seperti
hutan dan sebagainya yang dimanfaatkan bersama, untuk kepentingan
adat maupun keseharian. Untuk menyokong peran dan fungsi ini, setiap
amak lokak (pemimpin adat) memiliki pecatu dan rumah adat (perumbaq)
yang berbeda dengan arsitektur rumah adat secara umum sesuai dengan
karakteristik. Akibat sistem modern, saat ini pecatu yang masih ada
tidak lebih dari 50 %, akibat dari ini kelengkapan
institusi adat juga berkurang, dan akibat dari itu ritual daur hidup
8 tahunan (gawe alif) terputus selama lebih 80 tahun.
Identitas dan
entitas budaya
Masyarakat Adat Wet Bayan yang menjalankan Filosofi hidup Wet Telu dalam menjaga pelestarian alam. Sampai saat ini masyarakat dat Wet Bayan masih memiliki nilai keraifan local yang dijalankan dengan baik, dan memiliki beberapa keunikan dibandingkan daerah (wet) lain. Perbedaan atau keunikan yang dimiliki adalah memilki tata ruang yang sangat detail, terdapat beberapa wilayah adat yang merupakan sumber kehidupan dan penghidupan orang banyak (hutan adat/hutan tutupan) menjadi tanggung jawab Bersama. Selain itu juga terdapat hutan bambu untuk kebutuhan arsitektur dan juga ritual. Kemudian terdapat tanah pecatu sebagai sumber penghidupan pejabat adat dan untuk memenuhi kebutuhan ritual. Identitas iconic masayrakat adat wet bayan adalah beberapa situs dan cagar budaya (Masjid Kuno dan Makam leluhur), permainan local, Seni tradisi leluhur/seni local, tenun khas masyarakat adat, awik-awik atau aturan adat masih dijalankan dengan baik, kampung adat dan rumah dinas pejabat adat (Bale Lokaq).
Kelembagaan Sosial
Setiap ruang hidup dan ruang kelola
memiliki pejabat adat yang menjaga dan juga memanfaatkannya, tentunya
ada hak –hak yang diatur sedemikian rupa, dimana wilayah yang bisa
dimanfaatkan secara pribadi oleh pejabat adat dan dimana yang bisa
dimanfaatkan secara bersama, termasuk diatur dalam waktu-waktu
tertentu. Beberapa struktur adat utama yang berada di Wet Bayan,
seperti Perumbaq Daya
yang menjaga Hutan Adat, Perumbaq
Lauq yang menjaga Laut, Amaq
Lokaq Gantungan Rombong yang
memimpin
setiap ritual besar, Amaq
Lokaq Senaru yang menjaga
pintu masuk Gunung Rinjani dari wilayah barat, Amaq
Lokaq Torean yang menjaga
pintu Masuk Gunung Rinjani dari wilayah tengah, dan Amaq
Lokaq Sajang yang menjaga
pintu masuk Gunung Rinjani dari Wilayah timur, dan masih ada banyak
lagi prusa/pejabat adat untuk urusan dan hal-hal yang lebih kecil.
Sejarah ringkas
masyarakat adat
Masyarakat Adat Bayan atau secara kewilayahan disebut dengan Wet Bayan secara administrative terbagi menjadi 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Bayan dan Kecamatan Kayangan. Kelompok Masyarakat yang dikenal dengan filosofi hidup Wetu Telu untuk menjaga kelestarian alam sampai saat masih menjalankan tradisi-tradisi leluhur baik itu Adat Gama maupun Adat Luir Gama. Ritual Adat Gama merupakan ritual keagamaan yang dilaksanakan sedikit berbeda dibandingkan dengan umumnya, perbedaan pada tata cara dan waktu pelaksanaan seperti, Maulid, Lebaran Tinggi (Idul Fitri), Lebaran Pendeq (Idul Adha), dan lain-lain. Sementra Ritual Adat Luir Gama yang dilaksanakan yaitu Taek Lauk Taek Daya (Ritual Hutan dan Laut untuk menjaga kelestarian), Menjojo, Membangar (Ritual Gumi) dan masih banyak lagi ritual kecil lainnya. Dari beberapa ritual yang dilaksanakan, terdapat satu ritual besar yang disebut dengan Gawe Alif, yang dilaksanakan sekali dalam 8 tahun (Tahun Alip). Tetapi, sejak Indonesia Merdeka, Gawe Alif hanya bisa dilaksanakan sekali saja yaitu dimasa Orde Lama (tahun 1957-1958).
Mata Pencaharian
Masyarakat Adat memiliki hubungan yang sangat dekat dengan alam, termasuk untuk mata pencaharian. Hal ini bisa dilihat dalam ritual yang dilaksanakan dimana pada tatanan local yang ada terdapat ruang kelola untuk lahan pertanian (Ladang dan Sawah), lahan sebagai sumber mata air (Hutan Adat/Hutan Tutupan), lahan sebagai sumber untuk bangunan rumah dan juga bangunan sakral lainnya (Hutan Adat dan Hutan Bambu).
Kondisi ini didukung dengan data statistic sementara BPS kabpuaten Lombok utara yang menyatakan sebagian besar masyarakat yang berada di kawasan wet bayan memiliki mata pencaharian di bidang pertanian, peternakan dan perkebunan.
Wilayah dan Kondisi Sumberdaya Alam
Wet Bayan merupakan salah satu wilayah baru terbentuk secara alamiah, dimana daratannya menjadi tempat tinggal saat ini adalah hasil dari letusan Gunung Samalas ditahun 1257 M (Gunung Rinjani, Gunung Stampol, dan Sangkareang merupakan sisa dari Gunung Samalas). Jarak dari Gunung Rinjani sampai dengan pesisir pantai hanya 10 s/d 15 Km. Terdapat banyak hutan di unung Rinjani dan lerengnya sebagai sumber air untuk kehidupan Masyarakat, serta memiliki lahan kering (lading) untuk jenis tanaman musiman, dan juga lahan pertanian (sawah) untuk lahan irigasi. Karena daratan yang ditempati merupakan lahan dari letusan gunung, maka hampir seluruh lahan yang ada dikategorikan lahan yang sangat subur.
Secara umum, berdasarkan data statistic sementara BPS Kabupaten Lombok Utara tahun 2018, mayoritas lahan di wilayah wet bayan (Kecamatan Bayan dan Kayangan) adalah tanah kering yang digunakan untuk lahan pertanian non padi. Sementara sisanya digunakan untuk tanah sawah dan pekarangan. Jumlah penggunaan lahan ini belum digabungkan dengan penggunaan lahan di kawasan hutan adat atau peruntukan lainnya.
Selain lahan pertanian dan perkebunan, hutan adat juga merupakan sumberdaya alam penting bagi kelangsungan hidup masyarakat adat wet bayan. Salah satunya adanya Hutan Adat Bangket Bayan Hutan adat ini memiliki sembilan sumber mata air dan terletak pada ketinggian sekitar 550 meter dari permukaan laut dengan debit air 120 liter/detik. Dalam praktek pengelolaannya, hutan adat Bangket Bayan mengatur pola hubungan antar masyarakat adat dengan hutan adat Bangket Bayan, dan pola hubungan pejabat/prusa dengan para petani, serta pola hubungan antara manusia dengan hal gaib yang berada didalam hutan adat itu sendiri.
Untuk menjaga keberlanjutan jasa alam, masyarakat adat bayan menerapkan awiq-awiq (kearifan local). Awiq-awiq yang mengatur tentang hutan Bangket Bayan berisi pelarangan mengambil/memetik, mencabut, menebang, menangkap satwa-satwa dan membakar pohon/kayu mati yang terdapat didalam kawasan hutan; Dilarang menggembala ternak di sekitar pinggir dan di dalam kawasan hutan adat yang dapat menyebabkan rusaknya flora dan fauna hutan; Dilarang mencemari/ mengotori sumber-sumber mata air di dalam kawasan hutan adat; Dilarang melakukan meracuni Daerah Aliran Sungai (DAS) menggunakan fottas, decis, setrum dan lain-lain yang dalam menyebabkan musnahnya biotik-biotik hidup di sungai; dan bagi setiap pemakai/ pengguna air baik perorangan maupun kelompok diwajibkan membayar iuran/sawinih kepada pengelola hutan adat dan sumber mata air.
Sebagai daerah atau wilayah yang memiliki laut dan gunung, saat ini menjadi daerah tujuan wisata dunia, bahkan Taman Nasional Gunung Rinjani menjadi Geopark dunia, sekitar 3.000 lebih kunjungan wisatawan yang mengunjungi Taman Nasional Gunung Rinjani setiap tahunnya. Keberadaan beberapa Air terjun juga menjadi obyek wisata yang banyak diminati. Menjadi wilayah wisata tentu berpengaruh besar terhadap kehidupan Masyarakat Adat yang ada di Wet Bayan, baik itu dalam pelestarian alam, maupun dalam menjaga tradisi dan budaya yang ada. Dengan adanya batas wilayah yang jelas mekanisme penyelesaian perselisihan (jika terjadi) akan bisa diselesaikan secara sistematik melalui kelembagaan masayrakat adat wet bayan. Pembagian ruang kelola yang harus dipetakan tentu hal terpenting, sehingga hak dan batasan antara Masyarakat Adat (Masyarakat Lokal) dengan pemerintah adan pihak lain bisa menjadi lebih jelas.
Luas Kawasan yang dipetakan atau penyempurnaan peta berkisar: 366,10 km2 (Bayan) dan 3.850 km2 (Kayangan). Secara umum kedua kecamatan ini berdekatan dengan gunung Rinjani dan berhadapan langsung dengan Lautan Jawa, sehingga rentan terhadap letusan gunung api, tsunami dan gempa, serta perubahan iklim. Karena sebagian besar daratannya merupakan limpahan debu gunung berapi (letusan gunung Samalas (1257) sebagian besar, rentan terhadp longsor. Dalam keterbataan yang ada, karena memiliki nilai dan sumberdaya alam yang kaya dan unik, rentan terhadap alih fungsi, termasuk wilayah kelola dan ruang hidup masyarakat adat di wet ini.
Sementara luasan desa yang akan diintervensi untuk peningkatan produktivitas ekonominya, antara lain Desa Bayan (2.600 Ha), Karang Bajo (1.168 Ha), Loloan (3.350 Ha), Santong (1.109,80 Ha), Sesait (1.200 Ha), Gumantar 3.860 Ha
Tingkat Kerentanan (akibat alam,
sosial, politik dan yang berkaitan dengan kebutuhan Kepastian hak
ulayat)
Terdapat wilayah yang yang tata kelolanya masih tumpang tindih dengan pihak pemerintah dan pihak liannya saat ini terdapat dibeberapa titik seperti Gunung Rinjani yang dijaga oleh Amaq Lokaq Senaru, Amaq Lokaq Torean dan Amaq Lokaq Sajang saat ini menjadi Taman Nasional yang penguasaan seenuhnya ada dipemerintah. Hal ini menyebabkan setiap pendaki tidak lagi diatur oleh Masyarakat Adat, tetapi berdasarkan Undang-Undang dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Akibatnya, banyak nilai-nilai yang seharusnya dijalankan oleh setiap pendaki tidak diatur dalam undang-undang dan peraturan tersebut.
Beberapa pejabat adat yang berperan untuk mengurus kepemerintahan adat seperti Pembekel dijadikan sebagai Kepala Dusun yang lebih banyak mengurus kepemerintahan administrative (Orde Baru), hal ini menyebabkan pencatu yang dimiliki pembekel menjadi aset kepala dusun juga, sehingga saat ini dengan adanya undang-undang desa, maka semua pecatu kepala dusun ditarik menjadi aset pemerintah (Pemda Kabupaten Lombok Utara).
Perkembangan keperintahan yang terjadi sejak kemerdekaan Indonesia menyebabkan banyak wilayah kelola Masyarakat Adat Wet Bayan dikuasai oleh pihak lain, hal ini disebabkan karena tidak adanya peta wilayah yang dimiliki oleh Masyarakat Adat. Masjid Kuno (Masjid Beleq) Bayan yang dijadikan sebagai pusat ritual tertentu oleh Masyarakat dijadikan sebagai aset pemerintah dengan memasukannya sebagai cagar budaya. Hal ini menyebabkan sistem aturan local tidak berfungsi lagi. Kejadian bisa dilihat dalam perbaikan (renovasi), dimana dalam renovasi Masjid yang dilakukan oleh pemerintah itu berdsarkan tahun anggaran, sedangkan dalam aturan local itu hanya bisa dilaksanakan sekali dalam 8 tahun, yaitu di tahun Alip (Kalender Khusus Masyarakat Adat Wet Bayan). Dalam melakukan perbaikan terdapat pejabat dan prusa khusus (keturunan adat) yang memimpin, sementara dalam pemerintah itu berdasarkan kemampuan, yang belum tentu sesuai dengan garis keturunan.
Beberapa wilayah dan ruang yang tumpang tindih sangat berpengaruh besar terhadap ruang gerak dan kelola di Masyarakat, termasuk juga dikepemerintahan. Akibat dari ketidak jelasan tersebut menyebabkan banyak terjadi masalah social dalam setiap kegiatan dan program. (Wa2n)
Santiri,2/05/2018. Hari ini (2 Mei 2018), Nelayan di pesisir utara pulau Lombok tepatnya di dusun Jambianom, desa Medana kecamatan Tanjung – Kabupaten Lombok Utara mulai mempersiapkan Tradisi perayaan Nyawen laut atau acara sedekah laut. Acara ini dimaksudkan sebagai ucapan terimakasih nelayan kepada sang Pencipta yang telah memberikan rezeki melalui laut. Acara dilakukan selama 2 hari mulai tanggal 2-3 Mei 2018. Tanggal 3 merupakan puncak acara Nyawen laut, setelah tanggal ini maka diadakan penutupan laut yang artinya tidak ada kegiatan melaut selama waktu yang di tentukan, bisa 3 hari sampai 1 bulan, fungsinya agar kondisi laut dapat terjaga. Selain perayaan nyawen laut ini, pada hari jumát setiap minggu di wilayah dusun Jambianom juga diadakan kegiatan bersih kampung dan berhenti melaut. Rangkaian dari kegiatan ini yaitu perayaan pembukaan laut, dimana para nelayan sudah dapat kembali melaut yang akan diadakan pada hari minggu, tanggal 6 Mei 2018. (Wa2n)
Santiri, 30/04/2018. Ritual nyawen adalah ritual pembuangan sesaji ke laut sebagai bentuk rasa syukur kepada sang kuasa karena laut merupakan sumber rejeki bagi masyarakat pesisir. Sebelumnya ritual ini pernah dilakukan pada tahun 2007 dan 2016. Namun masyarakat pesisir telah memilih waktu selang dua tahun sekali dalam melakukan ritual nyawen. Untuk pemilihan waktu dalam penentuan hari dilakukan oleh para orangtua melalui musyawarah, dan tahun ini 2018 merupakan tahun dilaksanakannya kembali ritual nyawen. Tujuan utama dari ritual ini adalah sebagai prosesi perayaan selamatan kampung dan pelabuhan laut teluk Jambianom.
Persiapan yang dilakukan dalam selamatan kampung dan laut ini tidak lain adalah sebuah ungkapan rasa syukur kepada sang kuasa atas apa yang selama ini diberikan yaitu berupa rejeki, kesehatan, keselamatan, dan kebahagiaan. Oleh sebab itu, rasa syukur tersebut dihargai oleh masyarakat dengan melakukan syukuran atau bersanji (selak
Wawancara dengan narasumber
aran) dan zikir bersama di pinggir pantai sembari dibarengi dengan doa memohon segalanya kepada sang kuasa. Sebelum ritual dilaksanakan, prosesi pengaturan sesaji atau syarat-syarat yang akan dipersembahkan kepada penghuni laut. Orang yang memimpin acara ritual adalah seorang sandro atau belian. Ada beberapa yang dipersiapkan oleh sandro dalam memipin ritual yaitu Buah sesaji yang khusus dibawa ke tengah laut dan 2 buah ancak yang akan ditanam di sebelah barat dan timur kampung di pinggir pantai. Sebelum semuanya dilakukan adapun berbagai persiapan yang harus diperisapkan oleh masyarakat setempat diantaranya seperti:
Pembersihan kampung dan pesisir atau pinggir pantai
Membuat rakit dengan 2 buah sampan dan menghias sampan tersebut
Menunjuk siapa menjadi anak bone: 14 orang anak bone yaitu 7 anak laki-laki dan 7 anak perempuan yang belum balig
Membuat ancak
Membuat atau mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan seperti:
1 ekor kambing
½ gram emas
2 buah pisang (pisang tawak dan pisang susu)
1 ikat padi bulu
2 kg beras ketan
Sirih
Tembakau, kertas rokok
Beras untuk membuat jajan cucur
Lilin 2 pack
Janur
Tebu
Bambu
Kembang
½ kg kemenyan
Minyak Bauk (minyak khusus untuk digunakan para nelayan)
1 meter kain putih
1 gulung benang putih
Telur ayam kampung 4 butir
Setelah semua terkumpul semua masyarakat akan ikut dan saling bahu membahu dan bergotong royong untuk mengolahnya. Masyarakat membuat berbagai alat yang digunakan sebagai tempat sesaji atau persembahan untuk laut, dan juga makanan yang diolah oleh kaum perempuan. Makanan yang dibuat berupa jajan persembahan seperti cucur, wajik, ketan putih, ketan merah, rengginang, empok-empok, serta memasak, untuk kaum pria, menyediakan kopi ketika dibutuhkan terutama pada saat malam perayaan. Malam hari sebelum acara tiba, sanro atau belian selaku pemimpin prosesi melakukan persiapan diiringi oleh alunan musik-musik kampung yang diiringi oleh pereret (suling tradisional) yang mengalun di samping para sanro yang telah duduk. Semua masyarakat pesisir diharapkan untuk begadang menemani sanro yang mempersiapkan sesaji untuk dibawa ke laut. Selama waktu menunggu pagi tiba, kaum perempuan memberikan makanan (ngerampak/makan bersama) dan minuman bagi kaum pria agar tidak kelaparan ketika begadang. Namun sebagian ada juga yang tertidur tetapi posisi tetap di pinggir pantai. Di samping itu untuk mengisi kekososngan, kaum pria melakukan diskusi atau obrolan dalam membangun kebersamaan.
Keesokan harinya merupakan pelaksanaan ritual nyawen.Tepat menjelang pukul 08.00 wita prosesi pelepasan sesaji dilakukan, sebelum itu ada ritual-ritual kecil seperti menyembek dan pemasangan gelang benang di kening dan di leher menggunakan keris bertujuan agar nanti jika ada yang ikut ke tengah laut tidak terjadi hal –hal yang tidak diinginkan. Semua anak-anak dan orang tua yang mau ikut ke tengah laut diwajibkan untuk menyembek. Menyembek merupakan tradisi nenek moyang sebagai tanda bahwa acara selamatan labuhan atau kampung berjalan dengan baik. Jika dalam melakukan segala hal yang berkaitan dengan ritual laut maka akan melakukan sembek menggunakan keris yang dicelupkan ke beras kuning yang sudah ditumbuk yang diberikan air dan minyak bauk untuk selamatan atau menurunkan sampan.
Keberangkatan menuju laut dilakukan dengan menggunakan sampan yang telah dihias. Satu sampan berisi 1 boatman, anak bone, dan 2 sanro. Ketika sanro melihat tempat yang cocok maka rakit itu diberhentikan. Kemudian para sandro melepas sesaji. Jika semuanya diterima oleh yang maha kuasa maka sesaji tersebut langsung tenggelam ke dalam laut. Setelah itu dilakukan zikir kembali sebagai ungkapan rasa syukur telah terlaksananya apa yang dihajatkan oleh masyarakat setempat.
Tiga hari setelah prosesi ini dilakukan, nelayan tidak diperbolehkan untuk melaut atau melakukan aktivitas. Hal ini bertujuan untuk memberikan ruang gerak terhadap biota laut agar ikan-ikan tidak terganggu untuk bertelur. Setelah tiga hari berlalu, nelayan maupun masyarakat setempat dapat melakukan aktivitas seperti biasanya. Sebelum itu, untuk pembukaan aktivitas melaut warga melakukan zikiran dengan menggunakan bubur, setelah itu saling lempar bubur, dan mandi bersama di laut.