Workshop dan Simposium Pelestarian dan Pengembangan Wariga: Kearifan Lokal untuk Kedaulatan Pangan dan Lingkungan Berkelanjutan

Mataram, 24 September 2024 – Dalam rangka memperkuat pelestarian kearifan lokal dan mendukung kedaulatan pangan, Workshop Pelestarian dan Pengembangan Wariga diselenggarakan di Hotel Lombok Garden, Kota Mataram. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Festival Rinjani V yang diinisiasi oleh Santiri Foundation bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, dan bertujuan untuk mengintegrasikan sistem penanggalan Wariga ke dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pertanian yang berkelanjutan. Kegiatan ini didukung oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Dana Indonesiana LPDP.

Wariga adalah sistem penanggalan tradisional yang diwariskan oleh masyarakat adat Sasak di Lombok dan Bali. Selama berabad-abad, Wariga telah menjadi panduan penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam menentukan waktu terbaik untuk aktivitas pertanian, perikanan, dan berbagai ritual adat. Namun, di tengah arus modernisasi, penggunaan Wariga mulai terpinggirkan, dan relevansinya di era digitalisasi menjadi pertanyaan penting yang dibahas dalam workshop ini.

Selain itu, di acara ini juga menampilkan film dokumenter dan animasi tentang Wariga yang mengupas lebih dalam tentang peran Wariga dalam kehidupan masyarakat adat Bayan, khususnya dalam pengelolaan lahan pertanian dan perikanan yang berkelanjutan. Film Dokumenter, Video animasi dan Aplikasi Wariga ini dibuat selama kurang lebih 4 bulan sebagai bagian dari proses pendokumentasian Maestro Wariga di wilayah masyarakat Adat Bayan, Kecamatan Bayan-Kabupaten Lombok Utara.

Selain Workshop, pada siang harinya juga dilaksanakan Simposium, kegiatan ini dilakukan melanjutkan kegiatan workshop pada pagi harinya. Dalam kegiatan ini lebih ditekankan pada integrasi aplikasi wariga dengan BMKG. Peserta dalam kegiatan ini terdiri dari  unsur Pemerintah daerah, budayawan, seniman, akademisi, Masyarakat adat dan pemuda. Jumlah peserta yang hadir yaitu 42 orang. Dalam kegiatan ini menghadirkan pembicara secara online dari perwakilan Masyarakat Adat Dalem Tamblingan Bali dan Walhi Maluku Utara juga pembicara yang hadir dalam kegiatan dari Sekolah Adat Bayan berbicara tentang ketahananan pangan terkait dengan kearifan local.

Dalam Simposium ini menghadirkan sejumlah narasumber secara online dan ofline, di antaranya:

  • Raden Apriadi Pelaku Wariga dan Tokoh Adat Masyarakat Bayan yang menyampaikan paparan tentang sejarah dan makna Wariga serta menampilkan animasi Wariga.
  • Astuti Nurlaila Kilwouw Aktivis Perempuan dari Maluku Utara yang memaparkan tentang kedaulatan pangan warga kepulauan Maluku Utara. (Online)
  • Bli Ketut Santi Adnyana Perwakilan dari Organisasi Baga Raksa Alas Mertajati (BRASTI), yang membahas Konsepsi ritual Masyarakat Adat Dalem Tamblingan untuk melestarikan alam (online)
  • Renadi,  Kepala Sekolah  dan Guru Sekolah Adat Bayan yang memaparkan tentang Pawang (hutan) adat sebagai pusaka saujana penting dalam sistem pertanian dan kedaulatan pangan Dayan gunung
  • Sumadim,  dari Sekolah Adat Bayan yang memaparkan tentang Revitalisasi sistem “Membole” (membajak menggunakan kerbau) di Bangket Bayan
  • I Komang Tri Juniartha Witranda, Guru di SMKN 1 Bayan yang memaparkan tentang Pengembangan permodelan revitalisasi dan transformasi sistem pertanian dan pangan lokal/adat Bali
  • Raden Dedy, Aktivis, Guru Sekolah Adat Bayan bidang hukum adat memaparkan tentang Pengembangan permodelan revitalisasi dan transformasi sistem pertanian dan pangan lokal/adat di Paer Adat Daya di Bayan.

Workshop dan Simposium ini dihadiri oleh berbagai pihak, mulai dari akademisi, pejabat pemerintah, pengusaha, hingga pemangku adat lokal. Diskusi kelompok dilakukan untuk merumuskan langkah-langkah konkret dalam melestarikan dan mengembangkan Wariga, termasuk potensi pengintegrasiannya ke dalam kebijakan daerah terkait kedaulatan pangan dan lingkungan. Acara ini diharapkan dapat menghasilkan dokumen kesepakatan multipihak mengenai pelestarian Wariga, sekaligus mendorong komitmen bersama untuk mengedukasi generasi muda mengenai pentingnya sistem penanggalan ini dalam menjaga kelestarian budaya serta ketahanan pangan lokal. (Adminsantiri)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *