Selama 2 hari (14-15 Juni 2024) perwakilan dari Stockholm Environment Institute (SEI) bersama Santiri Foundation mengadakan penelitian tentang dampak perubahan iklim terhadap masayarakat di wilayah pesisir di wilayah Nusa Tenggara Barat utamanya di wilayah kabuoaten Lombok Utara dan Kabupaten Lombok Timur. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui bagaimana adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat nelayan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada sumber pencaharian nelayan dan kehidupan sehari hari. Penilitian dilakukan di 3 tempat yaitu di Kabupaten Lombok Utara yang bertempat di desa Medana (Dusun Jambianom) dan di desa Gondang (Dusun Lekok).
Pada hari pertama kegiatan dilakukan di dusun Jambianom dan berdiskusi dengan nelayan di dusun tersebut tentang keseharian nelayan mencari ikan dan kehidupan sosial nelayan di kawasan dusun jambianom. Tim juga menggali informasi tentang dampak perubahan iklim pada hasil tangkapan nelayan di laut. Dari hasil cerita nelayan dilaut bahwa dalam beberapa tahun ini hasil tangkapan ikan di pesisir sudah berkurang, nelayan harus lebih ke tengah laut untuk mendapatkan ikan. Selainiti kondisi cuaca saat ini sulit untuk diperkirakan. Setelah dari dusun Jambianom lalu menuju pantai Sedayu yang berada di dusun Lekok, desa Gondang. Ditempat ini tim mengunjungi lokasi konservasi penyu dan berdiskusi dengan kepala Sekolah Adat Bayan (SAB), perwakilan Lembaga Musyawarah, Nelayan Lombok Utara (LMNLU), perwakilan nelayan dari desa Sukadana, desa Gondang, dan Kepala bidang perikanan dan Kelautan Kabupaten Lombok Utara beserta staf.
Pada hari kedua penelitian dilakukan di wilayah Lombok Timur tepatnya di Dusun Gili Beleq Kecamatan Jerowaru. Seperti pada hari pertama di Lombok Utara, tim peneliti berfokus pada ketahanan Masyarakat pesisir pada dampak perubahan iklim terutama pada Masyarakat di pulau Gili Beleq. Pada kesempatan ini tim bertemu dengan kepala dusun Gili Beleq yang masyoritas masyarakatnya adalah nelayan. Masyarakat nelayan di Gili Beleq rata-rata menjadi nelayan Lobster.